Awas! Keseringan 'Mengeretek' Leher Bisa Memicu Stroke
Menghentakkan leher hingga berbunyi 'keretek' memang ampuh mengatasi rasa kaku dan pegal-pegal, terutama saat bangun tidur atau duduk terlalu lama di depan komputer. Namun jika berlebihan, cara ini justru akan meningkatkan risiko stroke.
Bunyi 'keretek' mirip tulang patah sebenarnya terjadi akibat adanya pelepasan gas di dalam membran synovial yang menyelubungi persendian. Gas tersebut keluar dari membran akibat adanya tekanan yang kuat saat leher atau pinggang diputar dengan gerakan menghentak.
Lepasnya gas-gas tersebut tidak berbahaya, bahkan bisa membantu meredakan rasa kaku dan pegal-pegal di persendian. Rasa pegal bisa berkurang untuk sesaat, meski biasanya akan kembali lagi ketika membran synovial mulai terisi kembali oleh udara.
Karena efeknya hanya bertahan sesaat, maka sebenarnya 'mengeretek' persendian tidak pernah dianjurkan oleh para ahli. Jika tidak ingin merasakan pegal-pegal, pilihan paling tepat adalah dengan lebih sering bergerak atau melakukan aktivitas fisik.
Kalaupun terpaksa harus melakukannya karena mungkin sudah ketagihan, maka gerakan yang dilakukan tidak boleh terlalu kuat dan menghentak. Lakukan gerakan sewajarnya, jangan dipaksakan terlalu memutar atau menekuk sehingga memberi beban ekstra karena bisa memicu arthritis atau radang sendi.
Beberapa risiko yang mungkin terjadi jika sendi 'dikeretek' terlalu kuat atau terlalu sering antara lain sebagai berikut:
1. Tendon atau tempat melekatnya otot pada tulang jadi longgar karena terlalu sering ditarik
2. Sendi kehilangan elastisitas atau kelenturan gerak
3. Otot terasa nyeri akibat hentakan yang terlalu kuat
4. Saraf bisa mengalami kerusakan sehingga otot mudah kesemutan.
Selain itu, perhatian khusus juga perlu diberikan bagi yang senang 'mengeretek' persendian khususnya di leher. Pakar kebugaran dari New York, Henry S Lodge, MD mengatakan kebiasaan 'mengeretek' leher lebih berbahaya daripada bagian lain karena bisa meningkatkan risiko stroke.
"Pada beberapa perempuan, mengeretek leher dilaporkan bisa meningkatkan risiko stroke. Diduga karena hal ini memicu kerusakan arteri atau pembuluh nadi," ungkap Lodge seperti dikutip dari MSN Health, Senin (7/3/2011).
http://situslakalaka.blogspot.com