Jilbab Syariat VS Jilbab Maksiat
“ Hai Nabi ! katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” ( Q.S. Al- Ahzab : 59 )
Subhanallah! Membaca senandung Ayat Cinta di atas, sungguh sangat luar biasa akan arti pentingnya sebuah Jilbab (kudung). Ternyata jilbab bukan hanya sekedar berfungsi sebagai penutup aurat, tetapi juga agar kaum Hawa itu mudah dikenal dan tidak diganggu oleh kaum Adam.
Untuk itulah jilbab itu wajib bagi setiap muslimah siapa pun dia, miskin atau kaya, jelek atau cantik, pendek atau tinggi, guru atau siswa, dosen atau mahasiswi, dokter atau pasien. Semuanya wajib bagi yang bernama perempuan.
Namun kenyataan di lapangan justru sangat jauh berbeda. Kalau di era Rasulullah, jilbab berfungsi sebagaimana fungsi yang diterangkan dalam ayat di atas. Inilah yang dikenal dengan Jilbab Syariat.
Tapi saat ini, jilbab justru hanya berfungsi sebagai penutup kepala layaknya fungsi sebuah Topi, hanya dipakai jika hendak keluar rumah. Tak heran jika banyak kasus kriminal yang ditayangkan dilayar kaca banyak yang jadi korban pemerkosaan dan perzinahan adalah para gadis-gadis remaja yang nota benenya mereka adalah seorang muslimah. Itulah yang dikenal dengan Jilbab Maksiat.
Artinya jilbab yang dikenakannya tak memiliki arti apa-apa. Bukan sebagai tanda pengenal bukan pula sebagai pelindung dari gangguan para lelaki. Tetapi justru sebagai pembawa bencana. Naudzubilah min dzalik!
Maraknya Jilbab Maksiat
Asal mula maraknya jilbab gaul alias jilbab maksiat, bersumber dari beberapa faktor. Sebagaimana yang ditulis oleh Abu Al-Ghifari dalam bukunya “Kudung Gaul” mengatakan bahwa munculnya jilbab gaul ini sebagai akibat infiltrasi atau perembesan budaya pakaian barat terhadap generasi muda Islam. Mengapa hal ini bisa terjadi? Penyebabnya antara lain :
Pertama, maraknya tayangan televisi dan bacaan yang terlalu berkiblat ke mode barat. Faktor inilah yang paling dominan. Betapa tidak, sejak menjamurnya televisi dan tabloid yang saling bersaing mencari pemirsa dan peminatnya, maka mereka dengan menghalalkan segala cara mengumbar mode buka-bukan ala barat yang menyebabkan munculnya peniruan di kalangan generasi muda Islam. Ditambah lagi maraknya rental-rental VCD semakin membuat umat muslim terlena dengan dunia.
Kedua, minimnya pengetahuan anak-anak terhadap nilai-nilai Islam. Hal ini terjadi disebabkan dikuranginya jam pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik di SD, SMP dan SMU bahkan di tingkat Perguruan Tinggi sekali pun. Di sisi lain, pendidikan agama di madrasah-madrasah sepulang sekolah formal saat ini tidak efektif karena perhatian anak-anak lebih terfokus pada tayangan televisi.
Ketiga, kegagalan fungsi keluarga sebaga kontrol terhadap gerak dan perilaku remaja sebagai generasi muda Islam. Mereka telah gagal mendidik dan memberikan pendidikan agama yang benar. Parahnya, malah mereka sendirilah yang terbawa arus moderen. Dengan berdalih “ikut mode” layaknya para remaja.
Keempat, peran perancang busana yang tidak memahami dengan benar prinsip berpakaian dalam Islam. Sehingga mencoba menjadi “ahli” dalam mendesain pakaian Islam dengan polesan mode yang lagi trend di pasaran. Akibatnya jilbab mengalami perubahan fungsi dan bentuknya. Hingga akhirnya dikenal dengan Trend Kudung Gaul.
Kelima, munculnya para muallaf di kalangan para artis atau artis yang ‘insyaf’ menggunakan kerudung. Artis di era modern tak ubahnya seorang Nabi yang gerak-geriknya serta ucapannya menjadi “teladan” bagi fansnya. Ditambah lagi sinetron-sinetron religi yang hanya marak di bulan Ramadhan. Menampilkan cara berkerudung atau berjilbab para pemainnya yang sejatinya mereka adalah pelaku-pelaku maksiat di dunia hiburan. Mereka yang berpakaain ala artis itu dianggap sebagai remaja gaul.