

Pengusaha Ciputra mengatakan, akar musabab kemiskinan di Indonesia bukan semata akibat akses pendidikan, karena hal itu hanya sebagian, melainkan karena negara tidak menumbuhkembangkan entrepreneurship dan jiwa entrepreneur dengan baik pada masyarakatnya.
"Kita banyak menciptakan sarjana pencari kerja, bukan pencipta lapangan kerja, itu membuat masyarakat kita terbiasa makan gaji sehingga tidak mandiri dan kreatif," ujar Ciputra di hadapan peserta seminar "Entrepreneurship Inspiring Our Journey" yang digelar di SMA Kolese Kanisius, Jakarta, Sabtu (29/8).
Entrepreneur atau wirausahawan, kata pria yang akrab disapa Pak Ci' ini, adalah seseorang yang mampu mengubah kotoran atau rongsokan menjadi emas. Dengan demikian, kata dia, negara selama ini hanya mencetak begitu banyak sarjana yang hanya mengandalkan kemampuan akademisnya, tetapi menjadikan mereka lulusan yang tidak kreatif.
"Malaysia punya lebih banyak wirausahawan daripada Indonesia, kini mereka lebih maju karena pendapatannya yang empat kali lebih besar dari Indonesia," ujar Pak Ci'.

Sarjana pencari kerja
Makin banyak entrepreneur, sejatinya semakin makmur suatu negara. Ilmuwan dari Amerika Serikat (AS) David McClelland pernah menjelaskan bahwa suatu negara disebut makmur jika minimal mempunyai jumlah wirausahawan minimal 2 persen dari jumlah penduduk di negara tersebut.
Menurut Ir Antonius Tanan, Direktur Human Resources Development (HRD) Ciputra Group yang juga menangani Ciputra Entrepreneurship School (CES), bahwa pada 2007 lalu AS memiliki 11,5 persen wirausahawan di negaranya.
Sementara itu, Singapura memunyai 4,24 juta wirausahawan pada 2001 atau sekitar 2,1 persen. Namun, empat tahun kemudian jumlah tersebut meningkat menjadi 7,2 persen, sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,18 persen jumlah wirausahawan.
"Negara kita terlalu banyak memiliki perguruan tinggi dan terlalu banyak menghasilkan sarjana, tetapi sayangnya tidak diimbangi dengan banyaknya lapangan kerja," tandas Antonius.
"Akhirnya kita hanya banyak melahirkan pengangguran terdidik, tahun 2008 kita punya 1,1 juta penganggur yang merupakan lulusan perguruan tinggi," ujarnya.

Data tahun 2005/2006, misalnya, lanjut Antonius, terdapat 323.902 lulusan perguruan tinggi yang lulus. Kemudian dalam waktu 6 bulan dari Agustus 2006 sampai Februari 2007, jumlah penganggur terdidik naik sebesar 66.578 orang.
"Generasi muda kita tidak memiliki kecakapan menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri karena mereka terbiasa berpikir untuk mencari kerja," ujar Antonius.
"Kita banyak menciptakan sarjana pencari kerja, bukan pencipta lapangan kerja, itu membuat masyarakat kita terbiasa makan gaji sehingga tidak mandiri dan kreatif," ujar Ciputra di hadapan peserta seminar "Entrepreneurship Inspiring Our Journey" yang digelar di SMA Kolese Kanisius, Jakarta, Sabtu (29/8).
Entrepreneur atau wirausahawan, kata pria yang akrab disapa Pak Ci' ini, adalah seseorang yang mampu mengubah kotoran atau rongsokan menjadi emas. Dengan demikian, kata dia, negara selama ini hanya mencetak begitu banyak sarjana yang hanya mengandalkan kemampuan akademisnya, tetapi menjadikan mereka lulusan yang tidak kreatif.
"Malaysia punya lebih banyak wirausahawan daripada Indonesia, kini mereka lebih maju karena pendapatannya yang empat kali lebih besar dari Indonesia," ujar Pak Ci'.

Sarjana pencari kerja
Makin banyak entrepreneur, sejatinya semakin makmur suatu negara. Ilmuwan dari Amerika Serikat (AS) David McClelland pernah menjelaskan bahwa suatu negara disebut makmur jika minimal mempunyai jumlah wirausahawan minimal 2 persen dari jumlah penduduk di negara tersebut.
Menurut Ir Antonius Tanan, Direktur Human Resources Development (HRD) Ciputra Group yang juga menangani Ciputra Entrepreneurship School (CES), bahwa pada 2007 lalu AS memiliki 11,5 persen wirausahawan di negaranya.
Sementara itu, Singapura memunyai 4,24 juta wirausahawan pada 2001 atau sekitar 2,1 persen. Namun, empat tahun kemudian jumlah tersebut meningkat menjadi 7,2 persen, sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,18 persen jumlah wirausahawan.
"Negara kita terlalu banyak memiliki perguruan tinggi dan terlalu banyak menghasilkan sarjana, tetapi sayangnya tidak diimbangi dengan banyaknya lapangan kerja," tandas Antonius.
"Akhirnya kita hanya banyak melahirkan pengangguran terdidik, tahun 2008 kita punya 1,1 juta penganggur yang merupakan lulusan perguruan tinggi," ujarnya.

Data tahun 2005/2006, misalnya, lanjut Antonius, terdapat 323.902 lulusan perguruan tinggi yang lulus. Kemudian dalam waktu 6 bulan dari Agustus 2006 sampai Februari 2007, jumlah penganggur terdidik naik sebesar 66.578 orang.
"Generasi muda kita tidak memiliki kecakapan menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri karena mereka terbiasa berpikir untuk mencari kerja," ujar Antonius.

Artikel Terkait

unik
- operasi pelastik tergagal dan terburuk di dunia
- Gambar Lucu dan Gambar Aneh
- mengapa ponsel penyebab kecalaka'an kematian terbesar
- inilah monumen penting di indonesia
- inilah pesohor dunia matinya bercinta
- misteri yang tak pernah terungkap oleh ahlinya sekalipun
- sifat dilihat dari golongan darah
- inilah racun yang sering kita makan
- mitos legenda monster di arab
- kejadian aneh yang tidak bisa di jelaskan oleh pakarnya
- gila!!jam termahal dunia,lebih mahal dari ferrari
- perusaha'an yang memiliki nama unik
- gokil!pesawat pengintai tanpa awak pilot
- orang indonesia pertama yang bergelar"sir"
- penemuan unik dan kreatif di jepang
- Detik-detik Jatuh Pesawat Super Decathlon PK-NZP
- inilah nama terpanjang di dunia
- crazi gan!!ajaran sesat yang membuat orang bunuh diri masal
- orgasme!!anda puas,saya lemas,anda pun sehat
- mesum gan!!aneka foto ngesek di tempat umum
- jawaban tepat jika di tanya kapan kawin
- pistol kusus untuk bunuh diri
- demi browsing lihat situs bloggerkondang
- parah!!pergaulan anak sma jaman sekarang
- apakah bedanya cinta dan nafsu??
